LIVO, JAKARTA – Kasus balita yang meninggal dunia akibat cacingan akut di Sukabumi belakangan ini menjadi perbincangan di sosial media.

Kejadian ini menyadarkan publik bahwa penyakit yang kerap dianggap sepele ternyata bisa berujung fatal bagi anak-anak.

Penyakit cacingan yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi serius, mulai dari usus buntu, stunting, hingga infeksi pada organ vital.

Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR dr Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes, menjelaskan bahwa siklus hidup cacing di dalam tubuh anak tidak sesederhana yang dibayangkan.

Menurutnya, ketika ditemukan cacing dewasa di tubuh pasien, itu menandakan infeksi sudah berlangsung lama.

“Kalau seorang anak sampai ditemukan cacing dewasa, itu bukan berarti baru tertelan. Minimal sudah terjadi sejak tiga bulan sebelumnya,” kata dr Riyadi dalam diskusi media virtual, Jumat (22/8/2025).

Proses perkembangan telur cacing hingga menjadi dewasa di tubuh manusia memakan waktu 2–3 bulan.

Selama periode tersebut, larva bisa bermigrasi ke berbagai organ, termasuk paru-paru, sehingga memicu gejala batuk berkepanjangan yang sering disangka pneumonia.

Selain gangguan pernapasan, cacing dewasa yang berkembang di usus juga dapat menyebabkan mual, hilang nafsu makan, konstipasi, hingga gagal tumbuh.

“Kalau sudah kronis, anak bisa mengalami stunting atau gagal tumbuh. Bahkan, ketika cacing berkumpul di usus, masalahnya semakin berat,” jelasnya.

Cacing Bisa Bermigrasi ke Organ Vital

Lebih jauh, dr Riyadi mengungkapkan bahwa cacing dapat bermigrasi ke berbagai organ tubuh, mulai dari saluran empedu, usus buntu, hingga keluar lewat mulut, hidung, atau anus.

Migrasi tersebut juga bisa membawa kuman berbahaya ke organ lain, termasuk otak, meskipun kasus ini jarang ditemukan pada anak.

“Cacing bisa jadi kendaraan transport kuman ke organ-organ lain. Kalau sampai ke otak, memang bisa terjadi, meskipun jarang,” ujarnya.

Pencegahan Lebih Mudah daripada Pengobatan

Meski terdengar menakutkan, dr Riyadi menegaskan bahwa pengobatan cacingan relatif mudah dan murah.

Obat seperti albendazol terbukti efektif membunuh larva maupun cacing dewasa, asalkan ketersediaannya terjamin di puskesmas maupun rumah sakit.

Namun, yang lebih penting adalah langkah pencegahan.

Pemberian obat cacing massal secara terjadwal, menjaga kebersihan lingkungan, serta memastikan anak ikut serta dalam program pencegahan nasional menjadi kunci untuk memutus siklus penularan.

Dengan langkah sederhana namun konsisten, ancaman cacingan yang bisa berujung pada komplikasi serius dapat diminimalisir.

Sebab, penyakit ini bukan sekadar persoalan parasit dalam tubuh, melainkan juga menyangkut kualitas hidup dan masa depan generasi mendatang.

Khalid Pratama
Editor