WHO mengungkap lebih dari 1 miliar orang di dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Bunuh diri masih jadi penyebab utama kematian muda. Dunia didesak segera bertindak.
LIVOMEDIA.ID – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali mengeluarkan peringatan serius terkait meningkatnya jumlah penderita gangguan kesehatan mental di seluruh dunia.
Menurut laporan terbaru World Mental Health Today dan Atlas Kesehatan Mental 2024, lebih dari 1 miliar orang saat ini hidup dengan kondisi kesehatan mental, mulai dari kecemasan hingga depresi.
Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menimbulkan beban sosial dan kerugian ekonomi global hingga triliunan dolar setiap tahun.
“Transformasi layanan kesehatan mental merupakan salah satu tantangan kesehatan masyarakat yang paling mendesak,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip dari situs resminya, Kamis (4/9/2025).
Ia menekankan, berinvestasi dalam kesehatan mental berarti berinvestasi pada manusia, komunitas, dan perekonomian, sehingga tidak boleh diabaikan oleh negara mana pun.
Bunuh Diri Jadi Ancaman Global
WHO mencatat, pada 2021 saja lebih dari 727 ribu orang meninggal akibat bunuh diri.
Angka ini menjadikannya salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak muda lintas negara dan berbagai latar belakang ekonomi.
Target global dalam Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menurunkan angka bunuh diri hingga sepertiga pada 2030.
Namun, dengan kondisi saat ini, WHO memperkirakan penurunan yang dapat dicapai hanya sekitar 12 persen.
“Setiap pemerintah dan setiap pemimpin memiliki tanggung jawab untuk bertindak segera dan memastikan bahwa kesehatan mental diperlakukan bukan sebagai hak istimewa, melainkan sebagai hak dasar,” jelas Dr. Tedros.
Kesenjangan Layanan Masih Lebar
Meski ada kemajuan sejak pandemi COVID-19, kesenjangan akses layanan kesehatan mental masih sangat besar.
Negara maju mampu mengalokasikan hingga 65 dolar AS per orang untuk layanan kesehatan mental, sementara negara berpenghasilan rendah hanya 0,04 dolar AS.
Dampaknya, di negara miskin, kurang dari 10 persen penderita gangguan mental mendapat perawatan yang memadai.
Anggaran pemerintah untuk kesehatan mental di seluruh dunia pun stagnan di angka 2 persen dari total anggaran kesehatan, jauh dari cukup untuk menutupi beban penyakit mental yang terus meningkat.
Harapan dan Aksi Nyata
Meski penuh tantangan, laporan WHO juga mencatat perkembangan positif.
Lebih dari 80 persen negara telah memasukkan layanan dukungan kesehatan mental dalam respon darurat mereka, meningkat signifikan dibanding tahun 2020.
Program berbasis komunitas, seperti layanan kesehatan mental di sekolah, pencegahan bunuh diri, hingga pengembangan anak usia dini, mulai berkembang di berbagai negara.
Selain itu, telehealth atau layanan kesehatan mental jarak jauh semakin banyak diadopsi, meski penerapannya belum merata.
Seruan WHO untuk Aksi Global
WHO menekankan empat langkah strategis yang harus segera dijalankan:
1. Pembiayaan kesehatan mental yang lebih adil.
2. Reformasi hukum berbasis hak asasi manusia.
3. Investasi pada tenaga kesehatan mental.
4. Transisi ke perawatan berbasis komunitas.
“Berinvestasi dalam kesehatan mental berarti melindungi masa depan generasi muda dan memperkuat ketahanan sosial,” ujar Dr. Tedros.
Isu kesehatan mental dipastikan akan menjadi sorotan global dengan digelarnya Pertemuan Tingkat Tinggi PBB pada 25 September 2025 di New York, yang akan membahas penyakit tidak menular serta tantangan kesehatan mental dunia.
Tinggalkan Balasan